The effort to build an Observatory in Dutch-East Indies was not easy.

The area for the location of the Observatory was a piece of granted land in Lembang, an area on the northern side of Bandung. Meanwhile, the house of K.A.R. Bosscha was located in Malabar, an area on the southern side of Bandung. In order to get to the observatory from his house, Bosscha had to travel for 3 days by horse-cart.

The reason for choosing Lembang as the location of the observatory was due to its closer proximity to the center of Bandung compared to Malabar. This would enable the Observatory to hire astronomers from Bandung Technology Institute (formerly de Techniche Hoogeschool te Bandung).

Not only choosing the location, K.A.R. Bosscha also spent time in deep thought about the construction of the main building of this Observatory. Through his vast network, he entrusted the construction to his colleague, C.P.W. Schoemaker, an architect who had plenty of experience in constructing a lot of famous buildings in Bandung.

Meanwhile, for the dome of the observatory which can do the 360 degrees rotation, he entrusted the construction to the State-owned Railway Company called Staatspoorwegen, which had expertise in building a lot of railways across Java Island.

He also contemplated an important logistics issue: How to carry a 13 tons telescope from Germany to Dutch-East Indies?

Due to his power and network, he had a free shipment from Rotterdmsche Lloyd, the Shipping Company owned by Netherlands. Later on, the parts of the telescope were packed inside the iron chest and transported through the sea. After arriving at Tanjung Priok, those telescope partitions were sent to Bandung by train with help from another Railway Company, Stoomvart Maatschappij Nederland, continued by transportation from Bandung to Lembang using Genie?s vehicles.

For his efforts in advancing science and his success story in the tea business, in 1928 K.A.R. Bosscha received an honorary title from Queen Wilhelmina II from Netherland. One form of appreciation from Netherland Government was a bronze chest statue of Bosscha designed by C.P.W. Schoemaker.

This award ceremony coincided with the inauguration ceremony of Double Refractor Telescope Zeiss on June 7, 1928. This telescope, which was a self-donation from K.A.R. Bosscha himself, was a ?primadonna? telescope in Observatory Bosscha. Until now, this telescope is an icon for Indonesia Astronomy.

Unfortunately, when Bosscha Observatory was used for the first time in 1929, K.A.R. Bosscha didn't gets a chance to enjoy his effort. K.A.R. Bosscha passed away a few months earlier in November 1928 and was laid to rest at his favorite tea plantation, Malabar.

--------

Perjalanan dalam membangun Observatorium ini tidak mudah. 

Daerah yang hendak dibangun Observatorium ini adalah sebuah tanah hibah yang berada di Lembang, sebuah wilayah di sebelah utara Bandung. Sementara, rumah tempat tinggal K.A.R. Bosscha berada di Malabar, sebelah selatan Bandung. 

Saat itu, K.A.R. Bosscha harus menempuh perjalanan 3 hari 2 malam dari rumahnya untuk sampai ke lokasi tersebut dengan menggunakan kuda. Pembangunan Observatorium di Lembang pun diharapkan dapat memperoleh sumber daya manusia yang kompeten dari Institut Teknologi Bandung (dahulu, de Techniche Hoogeschool te Bandung), menimbang jarak keduanya yang tidak terlalu jauh.

Tidak hanya lokasi, K.A.R. Bosscha juga memikirkan bagaimana konstruksi dari bangunan utama untuk teleskop ini. K.A.R. Bosscha mempercayakan konstruksi bangunan utama ini kepada koleganya, C.P.W. Schoemaker, seorang arsitek yang telah berpengalaman merancang bangunan terkenal di Bandung.

Untuk kubah yang dapat berputar 360 derajat, K.A.R. Bosscha mempercayakan teknisnya kepada salah satu perusahaan kereta api milik Belanda, yaitu Staatspoorwegen. 

K.A.R. Bosscha juga memikirkan bagaimana membawa sebuah teleskop dengan berat 13 ton dari Jerman ke Hindia Belanda. K.A.R. Bosscha mendapatkan bantuan pengiriman gratis oleh Rotterdamsche Lloyd melalui jalur laut ke Tanjung Priuk. 

Dari Batavia, peti-peti yang berisi partisi teleskop tersebut kemudian dikirim ke Bandung dengan kereta api, melalui sebuah perusahaan kereta api, Stoomvart Maatschappij Nederland. Setelah tiba di Bandung, peti-peti tersebut diangkut ke Lembang menggunakan kendaraan - kendaraan Genie.

Berkat jerih payah-nya terhadap ilmu pengetahuan, serta kesuksesannya dalam bisnis teh, pada tahun 1928, K.A.R. Bosscha mendapatkan gelar kehormatan dari Ratu Wilhelmina II dari Belanda. Salah satu bentuk apresiasinya adalah dibuatkannya patung dada K.A.R. Bosscha dari perunggu yang dirancang khusus oleh C.P.W. Schoemaker.

Pemberian penghargaan ini bersamaan dengan upacara peresmian Teleskop Refraktor Ganda Zeiss tanggal 7 Juni 1928. Teleskop Zeiss merupakan instrumen primadona Observatorium Bosscha hasil dari sumbangan pribadi Pak Bosscha dan kini dikenal sebagai ikon astronomi di Indonesia.

amun, sayang saat Observatorium Bosscha pertama kali digunakan pada tahun 1929, K.A.R. Bosscha tidak berkesempatan untuk melihat geliat aktif atau buah pengetahuan yang dikontribusikan dari hasil pengamatan Teleskop Zeiss. Karena K.A.R. Bosscha sudah meninggal pada Bulan November tahun 1928 dan dimakamkan di kebun teh kesayangannya, Kebun Malabar.